Pasar kerbau


Kerbau-kerbau yang diperjualbelikan di Pasar Bolu, Kecamatan Rantepao, Tana Toraja, Sulawesi Selatan bukan hanya terlihat di tengah pasar. Di pinggir pasar, banyak pula kerbau yang menanti datangnya pembeli. Foto diambil baru-baru ini. [Pembaruan/Aa Sudirman]. “Datang pagi – pagi ke pasar kerbau di Bolu tidak ada duanya di dunia. Hanya buka seminggu sekalo,”kata seorang kawan di Jakarta saat mendengar rencana Pembaruan ke Tana Toraja. Pasar Kerbau ? Mengapa mesti ke sana ? Budaya Toraja memang tidak bias dipisahkan dari kerbau atau dalam bahasa setempat disebut Tedong.

Tapi pasar kerbau? Apa yang menarik?

Bukankah yang menarik bagi wisatawan di sana biasanya adalah upacara Rambu Solo atau upacara kematian yang sering dimeriahkan dengan adu kerbau. Atau Tongkonan, rumah keluarga khas Toraja yang terkenal itu. Atau bukit dan gunung yang dijadikan tempat penyimpanan mayat yang dahsyat. Semua pertanyaan itu terjawab saat tiba di pintu masuk pasar Bolu. Pasar tersebut terletak di desa yang dalam bahasa setempat di sebut Lembang, Tallunglipu, Kecamatan Rantepao. Belum jam 9.00 Jumat pekan lalu itu. Dan ternyata pasar itu tidak hanya menjual kerbau. Di bagian belakang pasar itu juga terlihat jual beli babi. Angin masih terasa dingin saat itu. Setelah melalui puluhan warung serta kendaraan angkutan kota di samping pasar, pemandangan itu pun terlihat di depan mata. Ratusan kerbau. Ini bukan pemandangan biasa. Seorang pedagang menyebutkan, setiap hari pasar sekitar 500 kerbau diperjualbelikan. Pasar Bolu bukan hanya menawarkan wisata mata semata. Di balik kesibukan di pasar tersebut terdapat banyak makna yang berkaitan dengan budaya Toraja. Hal tersebutlah yang diterangkan Kepada Dinas Pariwisata, Kabupaten Tana Toraja, Lewaran Rantela'bi. Menurut pria yang sangat bersemangat jika diajak bicara tentang budaya Toraja itu, pasar kerbau berlangsung enam hari sekali. Bukan seminggu sekali. Hari pasar yang ditetapkan enam hari sekali itu merupakan hasil perhitungan leluhur masyarakat Toraja sejak ratusan tahun lalu.



"Banyak aspek penting yang bisa kita dapatkan jika kita mau mempelajari budaya Toraja. Setiap upacara adat bahkan jual beli kerbau merupakan refleksi keluhuran ilmu pengetahuan leluhur kami. Setiap motif ukiran Toraja mempunyai makna filosofi tentang kehidupan kita semua. Motif kerbau pasti ada dalam ukiran di Tongkonan milik orang Toraja. Itu tanda betapa kerbau punya hubungan mendalam dalam kehidupan kami," paparnya.



SIBUK

Lepas dari urusan makna itu, yang pasti, di pasar itu ratusan kerbau beragam jenis dan ukuran berkeliaran di tengah dan di pinggir-pinggir pasar. Ukuran dan jenis tanduknya pun berbeda-beda. Jangan lupa, warna dan jenis kulit kerbau merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga kerbau. Jika kerbau kecil berwarna hitam hanya dihargai sekitar 5 juta, dan kerbau hitam besar sekitar 10-15 juta maka kerbau belang yang lebih dikenal dengan istilah Tedong Bonga harganya bisa mencapai sekitar 60 juta rupiah.

"Saya punya kerbau Saleko yang kepalanya putih, bagian badan belang dan kakinya putih. Sudah ada yang menawar 80 juta. Tapi belum saya jual," ungkap Yohan Singkali tentang kerbau Saleko yang langka ditemukan dan punya nilai jual tinggi jika dibandingkan dengan jenis kerbau lainnya.

Puluhan kerbau terlihat di kandang-kandang yang telah disediakan di tengah pasar.

Ratusan manusia, sebagian besar adalah pria dengan sarung di pinggangnya berjalan hilir mudik. Ada pula yang menutupi kepalanya dengan sarung. Beberapa diantaranya sibuk memasukkan rumput ke mulut kerbau. Ada pula yang tengah menggosok kerbaunya. Ada yang tengah beradu tawar. Ya, ya, ya, inilah wisata mata yang lain dari yang lain.



UNIK

Berjalan-jalan di pinggir atau di dalam pasar yang berupa lapangan berumput sungguh menyenangkan. Menyelinap di balik barisan kerbau juga pengalaman menyenangkan. Kehati-hatian jelas harus dijaga. Tanduk kerbau dewasa yang runcing jelas bisa menembus baju dan jaket kita juga jika sang kerbau tiba-tiba saja bertindak agresif.

Bukankah semua itu tujuan wisata yang menarik? Tidak salah jika Pemerintah Daerah Toraja sebagaimana terlihat dalam situs toraja.go.id menyebutkan bahwa pasar Bolu merupakan salah satu tujuan wisata di Tana Toraja.



Tapi apa benar pasar sudah menjadi tujuan wisata? Rasanya sekarang sudah kurang tepat lagi. Bukan apa-apa, sejak terjadinya aksi-aksi para pengecut yang melakukan pengeboman di Bali, di Jakarta dan di beberapa tempat lain, jumlah kunjungan wisatawan, terutama wisatawan mancanegara ke Tana Toraja terus menurun. Jika pada 2000 jumlah wisatawan dalam dan luar negeri mencapai jumlah 76.377 orang, pada 2004 data pemda setempat menyiratkan kondisi memprihatinkan. Hanya 27.564 orang. Penurunan tajam yang sebagian besar disebabkan keengganan wisatawan asing datang ke Indonesia karena alasan keamanan tampak jelas dalam data pada 2004. Jumlah wisatawan asing yang datang pada tahun itu hanya 5.762 orang sedangkan wisatawan dalam negeri tercatat 21.802 orang.



Faktor keamanan yang merupakan syarat penting dalam industri pariwisata, tidak terpenuhi. Wisatawan jelas tidak bisa dipersalahkan. Jangan lupakan soal transportasi menuju Tana Toraja yang juga tidak mudah. Sekitar tujuh hingga delapan jam perjalanan darat dengan menggunakan bus dari Makassar. Melelahkan. Hanya ada dua kali penerbangan udara dalam seminggu dari dua kota itu. Apapun, yang jelas, muramnya potret pariwisata di Toraja terlihat atau setidak-tidaknya bisa disimpulkan dari jumlah wisatawan di Pasar Bolu. Hanya ada beberapa wisatawan asing yang terlihat tengah mengelilingi pasar Bolu. Selebihnya, ya, para pedagang dan pembeli kerbau.



Satu lagi fakta dampak gangguan keamanan pada sektor pariwisata. Padahal jika saja pemerintah sudah bisa membabat habis aktor intelektual yang merancang aksi-aksi bom di Indonesia, dan jalur transportasi dari dan menuju Tana Toraja semakin cepat dan murah, wisatawan akan kembali datang. Bukankah Tana Toraja pernah menjadi favorit para wisatawan.

Dan Pasar Bolu, jelas bisa menjadi daerah tujuan wisata yang unik. Bukan saja terunik di Toraja atau di Sulawesi Selatan atau di Indonesia. Bisa jadi pasar itu merupakan pasar terunik di planet ini. Dan ini aset besar bagi pariwisata di Indonesia. Sekaligus bukti betapa kayanya budaya Toraja. Betapa cerdasnya leluhur Toraja yang mampu melahirkan budaya sarat makna dan menarik untuk direnungkan

2 komentar:

  1. salam duku bai sammane.
    GBU

    http://ariezetri.wordpress.com

    BalasHapus
  2. salam duku bai sammane.
    GBU

    http://ariezetri.wordpress.com

    BalasHapus